Follow

Senin, 13 November 2017

Bintang Belum Padam - Karya Lindsay 'Lov

Pagi itu, Bintang, gadis berusia enam belas tahun, bangun dan melangkah ke cermin. Dia melihat memar-memar pada wajah dan hampir disekujur tubuhnya. Matanya bengkak dan sembab. Tadi malam....adalah malam jahanam. Air matanya mengering sudah.

Dan masih sengan hati yang pilu, Bintang keluar dari kamar langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Di ruang makan, tiga orang lelaki
berteriak-teriak meminta sarapan segera dihidangkan. Mereka memukul-mukul piring dengan
sendok, hingga mengeluarkan suara yang amat berisik. Tetapi Bintang sudah terbiasa mendengarnya setiap kali dia terlambat bangun. Dengan perlahan diambilnya pisau dapur dari dalam laci untuk memotong
bawang. Saat yang sama, Dedi datang dari belakang.

"Hei, lama amat sih sarapannya?" tanyanya kesal. Namun Bintang tak menanggapi.

"Hei, kalo gue ngomong, lo harus lihat ke gue, pemalas!" teriak Dedi marah. Tangannya meraih bahu Bintang dengan kasar dan membalikkan tubuh gadis itu kearahnya. Beberapa detik kemudian, matanya melotot
melihat darah yang muncrat dari dadanya.

"Kau..." ucapnya memucat menyadari Bintang telah menikamkan pisau dapur tepat dijantungnya. Beberapa detik kemudian, Dedi roboh ke lantai. Bintang berjongkok dan mencabut pisau yang menancap di dada
kakak pertamanya tersebut. Lalu memeriksa denyut nadinya.

Saat yang sama, suara Ubhe, kakak keduanya terdengar dari belakangnya.

"Bintang, ngapain lo? Ada apa dengan Dedi?" tanyanya
melangkah mendekat. Bintang langsung berdiri dan berbalik. Lalu secepat kilat dihunuskannya pisaunya ke perut Ubhe. Pria itu terkejut. Terlebih ketika Bintang
mencabut pisaunya dan menghunuskannya
kembali sampai berkali-kali. Tanpa sempat mengatakan apapun, Ubhe roboh dengan darah yang mulai menggenangi lantai.

Lalu Bintang melangkah ke ruang makan, dimana ayahnya menunggu sarapannya. Setidaknya begitulah yang dipikirkannya. Tetapi salah. Laki-laki bertubuh besar itu sudah bangkit dari kursinya dan langsung menyergap Bintang tanpa ampun. Tubuhnya yang besar menindih anaknya, lalu tangannya meninju muka gadis itu dengan ganas, dan berusaha merebut pisau dari tangan Bintang.

"Dasar kau anak iblis! Seharusnya kubunuh saja kau sejak dulu!" desis ayahnya marah. Bau minuman menyeruak dari mulutnya, membuat Bintang mual. Dan tenaganya yang besar membuat gadis itu tak mampu melawan. Pisau berhasil berpindah tangan. Dan ketika pria itu hendak menikam dada
Bintang, mendadak Farras keluar dari kamar dan menerjang
ayah mereka hingga tersungkur kesamping. Lalu keduanya terlibat pergumulan hebat sambil memperebutkan pisau.

Farras beruntung. Keadaan ayahnya yang setengah mabuk
membuatnya berhasil menguasai pisau. Lalu dengan sekuat tenaga ditikamnya jantung ayahnya. Pria itu melolong keras, meninju Farras dan merampas pisau lalu berbalik menusuk perut Farras.

Bintang menjerit marah dengan suara sumbang. Diraihnya guci besar dan dihantamkannya ke kepala ayahnya berkali-kali sampai guci itu pecah berkeping-keping. Darah mengalir deras dan akhirnya ayahnya menghembuskan nafas terakhirnya.

"Bintang..."

Bintang segera memeluk Farras. Dibekapnya perut kakaknya untuk menahan darah keluar.

"Kau aman sekarang," bisik kakaknya sambil menahan sakit. Digenggamnya tangan Bintang dengan erat.

Bintang menangis. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tidak keluar. Hanya air matanya yang mengalir deras seperti sungai.

"Bintang adikku. Jangan menangis. Aku pantas mendapatkan ini." ucap Farras terbata-bata, "Kami semua
pantas mati."

Bintang menggeleng keras, menerbangkan airmatanya kemana-mana.

"Bintang...aku minta maaf karena tidak membawamu keluar dari neraka ini sejak dulu. Kau adalah adik kandungku satu-satunya. Tapi aku terlalu pengecut untuk membelamu. Aku...aku tahu ayah tiri kita...dan kakak-kakak tiri kita...telah memperkosamu..." Farras menatap adiknya, "Tapi sekarang kau aman, adikku. Cepat...cepat kau buka semua laci lemari, dan bongkar isinya. Lalu..." Farras menekan perutnya yang mulai terasa keram, "lalu bersembunyilah di kamar mandi. Kunci. Jangan keluar sebelum polisi mendobraknya. Adikku...semua akan baik-baik
saja setelah ini. Aku janji."

Bintang menggeleng. Matanya mengabur oleh air mata.

"Ayo cepat lakukan yang kubilang tadi!" Farras menolak Bintang sampai adiknya tersungkur.

*

Beberapa jam kemudian, police line sudah mengurung rumah besar tersebut. Banyak polisi dan petugas medis lalu lalang
mencari bukti-bukti perampokan yang disertai pembunuhan.

Disinyalir, para perampok berjumlah lebih dari seorang, datang dan membunuh semua
penghuni rumah tersebut, kecuali seorang gadis bisu yang selamat karena sempat mengunci diri di kamar mandi.

"Syukurlah mereka semua mati." terdengar suara seorang tetangga yang berkerumun didepan rumah. "Aku sering melihat ayah tiri serta kedua anak lelakinya memukuli gadis bisu itu sampai babak belur sejak ibunya meninggal setahun yang lalu. Sungguh gadis yang malang."

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar