Follow

Rabu, 15 November 2017

Kado Hijau Muda (Cinta Dalam Diam) - Karya Doni Kataniama

Kugoreskan pulpen di kertas diary-ku, entah apa tulisan itu, aku tak terlalu memahami. Ini memang sudah menjadi kebiasaanku, diary adalah sahabat terbaikku, di dalamnya aku biasa mencurahkan semua yang ada dalam pikiranku. Sudah ribuan puisi, cerita, bahkan sajak-sajak cinta yang kuukir di sana.
Diary ini adalah hadiah ulang tahunku yang ke 16.
Oh ya, aku belum memberi tahu, sekarang umurku 18 tahun, jadi sudah lebih kurang dua tahun diary ini menemani hari-hariku.
Tapi, masalahnya, aku tak pernah tahu siapa yang mengirim hadiah diary ini untukku.
Kado berwarna hijau muda itu, tak ada nama pengirimnya.
Hanya ucapan selamat ulang tahun.
Bahkan bukan cuma sekali, sudah tiga tahun belakangan ini, aku selalu mendapat hadiah misterius dari seseorang yang tak mau menunjukkan identitasnya, di setiap hari ulang tahunku.

”Dys, lo di liatin mulu tuh ama Kak Rama!” Agret menggodaku sambil menunjuk ke arah Kak Rama yang kala itu sedang duduk di tangga lobby kampus sambil memandang ke arahku.
Aku hanya tersenyum simpul.
”Kayaknya dia suka sama lo Dys.” sambung Agret lagi.
Lagi lagi aku hanya tersenyum.
Kak Rama sebenarnya kakak kelasku sewaktu SMA, tapi aku tak begitu akrab mengenalnya.
Dia adalah idola di sekolahku dulu, selain ganteng, dia juga tajir dan jago maen futsal. Itu yang membuat cewek-cewek tergila-gila padanya.
Sedangkan aku, hanya cewek biasa yang bahkan tak punya keahlian apa-apa.
Sekali yang aku ingat, Kak Rama pernah memasangkan dasi di leherku waktu MOS.
Itu membuat jantungku seperti mau meledak.
Waktu itu, semua peserta MOS harus memakai dasi panjang, aku lupa membawa dasi, alhasil aku harus memakai dasi yang terbuat dari karangan bulu ayam, yang di cabut dari kemoceng.
Harusnya itu menyedihkan, tapi aku malah senang. Bukan hanya karna Kak Rama yang memasangkannya, tapi karna dasi unik itu aku jadi mudah di ingat.
”Ooh Dyska yang dulu pake dasi bulu ayam itu yah?” itulah kesan yang mereka ingat ketika mendengar nama Dyska.
Bahkan sampai saat ini, dasi atau yang lebih tepat disebut kalung bulu ayam itu, masih ku simpan di lemariku.

***

Jujur sebenarnya aku begitu mengagumi Kak Rama. tapi, ini bagaikan pungguk yang merindukan bulan.
Aku tak pernah berani mendekati kak Rama. Perasaan minder mendominasi diriku.
Karna aku pun sadar diri, tak mungkin cowok sekeren Rama bisa suka sama aku. Itulah mengapa aku hanya tersenyum saat Agret menggodaku.
Tak jauh berbeda seperti dulu di SMA, di kampus Kak Rama juga menjadi idola.

Hari demi hari, aku hanya bisa menyampaikan kekaguman ini kepada diary yang selalu saja diam setiap ku ajak bicara. Waktu demi waktu kulewati, beganti bulan dan tahun.

***

27 September 2009.

Matahari masih mengintip di ufuk timur ketika suara pintu yang diketuk dari luar membuat aku terpaksa bangun.

'Kreeek' Aku membuka pintu sambil menggosok-gosok mataku. Tak ada siapa-siapa di sana, hanya ada sebuah kotak berwarna hijau muda.
Aku yang sudah tak asing lagi dengan kotak itu segera membuka paksa sampulnya yang berhias pita warna-warni.
"Wow, sebuah boneka Doraemon." Senyumku merekah, aku tahu ini pasti dari si pengirim misterius itu. Ini kali ke empat aku mendapat kado darinya.
Dan seperti biasa, tak ada nama pengirimnya. Hanya selembar kertas bertulisan
'Selamat ulang tahun.
Dari pengagum rahasiamu.'

Masalahnya siapa yang bersedia menjadi pengagum rahasia gadis seperti aku. Sama sekali tak ada yang istimewa dari diriku ini.
Wajahku tak terlalu cantik, otakku juga pas-pasan. Tapi kenapa manusia misterius itu mengagumiku?

***

"Udah empat kali berturut-turut?" Agret mengerutkan keningnya.
Aku hanya mengangguk pelan.
"Wah, hebat, lo punya fans sejati." Agret mulai menggodaku.
Tapi aku tak memperdulikannya.
Aku mulai merasa tak nyaman dengan kado misterius yang sering kuterima. Bukan karena aku tak suka dengan hadiahnya, tapi aku merasa orang itu terlalu berlebihan mengagumiku. Dia bahkan tak pernah memberiku kesempatan untuk mengucapkan terimakasih kepadanya.

Sejenak aku menerawang, mencoba menerka-nerka, siapa gerangan pengangum rahasiaku itu.
Apakah mungkin dia benar-benar mengagumiku? Beberapa wajah teman SMA mulai menghiasi penerawanganku, tapi tak satupun yang menyangkut dalam tebakanku.
Aku pikir mereka semua tak punya cukup kuat alasan untuk mengagumiku.

***

27 September 2010.

Lagi-lagi aku mendapatkan sebuah kado dengan kotak dan sampul yang selalu sama setiap tahunnya. Kali ini dia mengirimkan sebuah notebook lucu, atau aku lebih suka menyebutnya dengan kata 'unyu'.

Aku semakin penasaran. Bagaimana caranya agar aku bisa mengetahui pengirimnya? Mau sampai kapan pengagum misterius itu merahasiakan jati dirinya?
'Konyol sekali rasanya kalau sampai harus menyewa detektif.' Gumamku.

***

Kini aku sudah menjadi seorang sarjana muda setelah menyelesaikan tiga tahun study dengan hasil yang cukup memuaskan. Aku sekarang bekerja di salah satu perusahaan swasta di daerah Jakarta selatan.
Aku sudah lama tak bertemu Kak Rama. Aku juga sudah sedikit menghapus kekagumanku terhadapnya.

Sampai akhirnya seorang laki-laki mengetuk pintu hatiku.
Namanya Firman, dia teman sekantorku. Perlahan cinta bersemi diantara kami. Hingga kami memutuskan untuk nikah muda.

”Gret, lu urus undangan nya ya, pokoknya lu undang semua temen kampus yang kenal ama gue.” aku meminta Agret meng-handle undangan pernikahanku yang tak lama lagi akan dilangsungkan.
”Siap boss.” jawab Agret sambil meletakkan telapak tangannya di dahi, persis seperti seorang bawahan yang sedang memberi hormat kepada atasannya.

***

27 September 2011

Hari ini adalah hari yang istimewa bagiku. Ya hari ini adalah hari pernikahanku yang bertepatan dengan ulang tahunku yang ke 21.
Acara pernikahan di gelar di halaman rumah ku yang memang cukup luas.
Tamu sudah ramai sekali, datang dari berbagai kalangan.
temen SMA, temen kuliah, temen kerja, sanak saudara, rekan bisnis Ayah bahkan teman arisan Ibu semuanya sudah berkumpul membuat suasana semakin terlilat meriah.
Tapi ada satu tamu yang mengejutkanku. Kak Rama.
dia datang membawa sebuah kado berwarna hijau muda.
”Apa Agret juga mengundang Kak Rama?” gumam ku.
Kak Rama kelihatan kebingungan. Aku pun meminta izin kepada Firman yang kala itu sudah sah menjadi suamiku untuk menemui Kak Rama.
”Kak Rama juga dateng?” Sapa ku lembut.
”Acara ulang tahunnya meriah sekali,” jawab kak Rama.
Aku terkejut.
”Ini bukan acara ulang tahun Kak,” ucap ku dengan hati-hati.
Kak Rama memandang lekat ke wajah ku. Pandangan itu penuh tanda tanya.
”Ini acara pernikahanku.” aku seakan mengerti kebingungan Kak Rama.
”Pernikahan?” Kak Rama kelihatan begitu shock mendengarnya.
”Memangnya Kakak ga baca tulisan di undangannya?”
”Undangan? Aku ga dapet undangan, aku ke sini atas inisiatif ku sendiri, karna ini hari ulang tahunmu makanya aku datang untuk memberikan kado ini.”
Aku terdiam mendengar penjelasan Kak Rama.
ku pandangi kado yang di pegang Kak Rama itu.
Persis seperti bungkus kado yang selama ini selalu ku terima setiap hari ulang tahun ku.
”Jangan bilang kalo Kak Rama..”
”Iya, aku lah orangnya, aku yang selama ini ngirim kado ke kamu.” jawab Kak Rama sebelum aku menyelesaikan kalimatku.
Aku pun tercengang.
”Kenapa baru sekarang Kakak bilang?”
”Sebenarnya aku menyukaimu sejak pertama kali aku memasangkan dasi bulu ayam itu di lehermu, tapi aku ga pernah berani mengungkapkannya, karna kamu selalu menghindar.”
”Itu karna aku malu Kak, aku merasa ga pantas ngarepin Kakak.” Tanpa ku sadari butiran hangat keluar dari kelopak mata ku.
”Kenapa baru sekarang Kakak datang? disaat aku sudah menjadi milik orang, kenapa kak? kenapa?” Isak tangis tak bisa lagi ku elakkan. Tapi aku segera menghapusnya, aku tak mau suamiku melihatnya dan berpikir yang tidak-tidak.
”Maafkan aku Dyska, selamat ulang tahun dan selamat menempuh hidup baru yah!”
Ucapan selamat yang terasa begitu menyayat hatiku.
Kenapa aku harus mengetahui kalau dia juga menyukaiku.
Kenapa aku baru mengetahui itu disaat semuanya sudah terlambat..

**TAMAT**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar