Follow

Selasa, 28 November 2017

Dimensi Kematian part 2

Hari hampir gelap ketika Obin menemukan mayat Linda yang berlumur darah.
Obin segera menghubungi ambulans dan polisi.
Linda benar-benar sudah meninggal, sebelum menghembuskan nafasnya, dia sempat menuliskan B 124 FA di jalanan dengan darahnya.
Seorang petani yang kebetulan melintas mengaku melihat saat mobil itu menabrak Linda.
Polisi langsung mengorek keterangan dari petani tersebut.
"Saya melihat dengan jelas, benar mobil itu berwarna silver dan nomer polisinya 124, itu yang saya lihat." Aku petani itu.
Polisi mencocokkan pengakuan petani tersebut dengan tulisan yang dibuat Linda sebelum ia meninggal.
Linda juga menuliskan angka 124, ini merujuk ke mobil Rafa. Tapi polisi sudah memastikan, bahwa mobil Rafa sama sekali tak beranjak dari kantor polisi sejak seminggu yang lalu.
Lalu siapa yang menabrak Linda? bagaimana mungkin ada dua mobil dengan merk dan model yang sama mempunyai nomor polisi yang sama. Itu tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang tidak beres di balik semua ini.
***
Raito menemukan sesuatu dalam penelusurannya di handphone Rafa yang berada di kamar Linda.
Sebuah note yang berisi alamat email dan password.
"Ya benar sekali," ucapnya pada dirinya sendiri.
"Orang yang sering memegang handphone Rafa mungkin akan tau password dari email Rafa yang di gunakan untuk akun facebook-nya. Maka dia bisa dengan mudah membuka facebook Rafa dengan me-reset password melalui email." Lanjut Raito.
Raito mengelus dagunya dan menganggukkan kepalanya.
"Menurut lu itu bukan hantunya Rafa?" Tanya Obin setelah mendengar penjelasan Raito.
"Bukan! Ada seseorang yang tau password email Rafa, dan dia melakukan ini untuk tujuan tertentu." Jawab Raito.
"Tapi siapa? Satu-satunya orang terdekat Rafa ya Linda."
"Kalau kita bisa cari tahu siapa yang membuka facebook Rafa, kemungkinan penabrak Linda bisa terungkap." Raito bangkit dari duduknya.
Menghampiri komputer cerdas yang ada di atas meja.
Raito membuka email Rafa, begitu banyak inbox, dan sebagian besar adalah notifikasi dari facebook.
"Hei, coba lihat ini!" Seru Obin sambil menunjukkan handphone Rafa.
Raito meraih handphone itu.
Sebuah foto yang di hide, foto Rafa dan seorang perempuan, tapi bukan Linda.
"Siapa perempuan ini?" Raito menyipitkan matanya.
Dalam foto tersebut mereka terlihat mesra, seperti ada hubungan istimewa antara keduanya.
Raito menyerahkan handphone itu kembali ke Obin sementara dia kembali duduk di depan komputernya.
Entah apa yang dilakukan Raito dengan mesin canggih itu, hingga akhirnya dia menemukan suatu petunjuk.
"Coba liat ini!" Lagi-lagi. Obin berseru, membuat Raito menajamkan matanya.
Obin mengulurkan tangannya yang memegang handphone Rafa. Raito segera menyambutnya.
"Aku akan membantumu Rafa." Sebuah pesan masuk, dilihat dari tanggal pengirimannya, pesan tersebut dikirim beberapa saat sebelum Rafa mengalami kecelakaan.
Itu artinya, selain membuat catatan di Personal Diary-nya Rafa juga menghubungi seseorang untuk meminta bantuan.
"Sepertinya Rafa tahu bahwa dia akan meninggal sore itu." Raito kembali mengelus dagunya.
Tak ada nama pengirimnya.
Raito sudah berusaha menghubungi nomer itu tapi ternyata sudah tidak aktif.
Setelah mengumpulkan semua data yang ia temukan, Raito melangkah keluar dengan pasti. Entah kemana dia akan menuju. Obin berlari kecil mengiringi langkah Raito yang sama sekali tak menghiraukan Obin.
***
"Assalamu'alaikum." Terdengar suara seorang wanita di luar sana.
Ibu Sinta segera membuka pintu rumahnya.
"Eeh Mira, apa kabar?"
"Baik bu, maaf baru sempat dateng, aku baru pulang dari Makassar."
"Oh gak apa-apa, ayo masuk!"
Ibu Sinta mempersilahkan tamunya itu untuk duduk, sementara dia ke belakang untuk mengambil minuman.
Mira duduk dengan perlahan, matanya tertuju pada foto yang dipajang di atas tv ruang tamu itu.
Ada pandangan yang tak senang di matanya.
Ibu Sinta datang membawa dua gelas jus mangga.
Mira segera mengalihkan pandangannya dan tersenyum ramah ke arah Bu Sinta.
Banyak hal yang mereka ceritakan tentang Rafa.
Ibu Sinta adalah ibunya Rafa, sedangkan Mira adalah mantan kekasih Rafa yang memang tetap berhubungan baik dengan Rafa dan keluarganya.
***
Raito baru saja tiba di rumah Rafa.
"Mobil Rafa sudah di bawa pulang rupanya." Gumam Raito saat melihat mobil Honda CRV bertengger di halaman depan rumah mewah itu.
Saat akan menuju pintu masuk, Raito berpapasan dengan seorang wanita yang baru saja keluar.
Raito menatap lekat wanita itu, sepertinya dia pernah melihat wanita itu, tapi entah di mana. Wanita itu tersenyum Ramah kemudian masuk ke dalam mobil yang ada di halaman. Sebuah klakson menandai kepergiannya.
Raito masih mengamati laju mobil tersebut.
"Dia Mira, mantan pacarnya Rafa." Suara Bu Sinta mengejutkan Raito.
"Mobil itu?" Raito menunjuk ke arah luar.
"Itu mobil Mira, memang sama dengan mobil Rafa."
Berbagai pertanyaan bersatu padu dalam otak Raito.
Dia seolah menemukan petunjuk baru. Wanita dalam foto itu, pesan di handphone Rafa dan mobil Mira.
***
Mira memicu laju mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sepertinya dia sedang buru-buru.
Begitu memasuki pagar rumahnya, Mira terkejut melihat ada polisi di rumahnya.
"Ada apa ini?" Tanya Mira.
"Apakah anda yang bernama Mira?" Seorang polisi menghampiri
"Iya, saya Mira, ada apa ya?"
"Kami mendapatkan laporan, kalau anda terlibat dalam kasus kematian saudari Linda." Jelas polisi itu.
Jantung Mira berdetak kencang, tapi dia berusaha tenang.
"Saya baru pulang dari Makassar pak, jadi ga mungkin saya terlibat." Mira membela diri.
"Tapi kami menemukan ini." Seorang polisi yang lainnya mendekat.
Membawa sebuah plat mobil palsu. Mira tak bisa lagi mengelak.
Akhirnya dia mengakui semuanya.
"Aku sangat kesal kepada Linda yang telah merebut Rafa dariku, aku berniat untuk meminta bantuan seorang dukun, agar Rafa bisa menjadi milikku lagi." Mira membuka pengakuannya.
"Tapi dukun itu menolak, dia mengatakan bahwa, dulu juga pernah ada wanita bernama Linda yang minta bantuan kepadanya, tapi akhirnya wanita itu tidak menepati janjinya, sehingga laki-laki yang dicintainya itu harus kehilangan orang-orang yang disayanginya. Dari situ aku tahu bahwa Linda lah penyebab semuanya, Linda yang membuat Rafa kehilangan orang-orang terdekatnya, bahkan Linda juga yang menyebabkan kematian Rafa." Papar Mira.
"Aku sengaja tak datang ke pemakaman Rafa dan mengaku sedang berada di Makassar, agar rencanaku dapat berjalan lancar. Aku membuat plat palsu itu untuk menabrak Linda, tapi Linda selalu bersama Obin."
"Sore itu, Rafa mengirim sms." Mira menyodorkan handphone-nya. Polisi itu segera mengambilnya.
"Sepertinya ada kekuatan jahat yang mengintaiku, aku merasa dia akan membunuhku, tolong bantu aku." Begitulah isi sms yang dikirim Rafa.
"Aku tahu Rafa dalam bahaya, lalu aku bermaksud untuk membantunya. Tapi sial, sebelum aku sempat berbuat apa-apa, Rafa sudah meninggal terlebih dahulu." Mira menghela nafas, lalu kembali melanjutkan ceritanya.
"Arwah Rafa berkali-kali menghantuiku untuk meminta bantuan, itu yang menggugahku untuk segera membunuh Linda agar Rafa bisa tenang di alam sana." Mira sedikit merinding mengingat apa yang dialaminya.
"Beberapa hari kemudian, aku kembali menemui dukun itu, tapi terlambat, dukun itu sudah meninggal, saat dalam perjalanan pulang, aku melihat Linda berlari menuju kediaman dukun itu, aku pikir itu adalah kesempatanku untuk beraksi. Aku segera mengganti plat mobilku. Begitu Linda pulang Jalanan sudah hampir gelap, dan Linda hanya sendirian. Tanpa pikir panjang, aku menabrak Linda, aku sengaja berhenti agar Linda melihat plat nomer palsu itu. Aku merasa senang karena Linda sudah membayar semua perbuatannya. Tapi sial, aku aku belum sempat membuang plat palsu itu."
"Lalu bagaimana dengan kasus akun facebook Rafa?" Tanya Raito yang tiba-tiba sudah berada di belakang Mira.
"Rafa pernah menyuruhku mengirimkan lamaran menggunakan email-nya, makanya aku tau password email Rafa, dan aku me-reset password facebook-nya melalui email." Jawab Mira.
"Benar dugaanku." Raito mengelus dagunya.
Mira lau dibawa ke kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Sementara arwah Rafa kini sudah tenang di alamnya.
**TAMAT**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar