Follow

Rabu, 15 November 2017

Separuh Jiwa - Karya Lindsay 'Lov

Baru saja aku memejamkan mata, ketika kudengar ketukan keras di pintu kamarku.

"Kau?" aku terbengong melihat siapa yang berdiri di balik pintu. Keyla! Makhluk yang belakangan ini mulai mengganggu hidupku.

"Pagi, Kak!" sapa gadis itu memamerkan senyum. "Boleh masuk, gak? Aku bawa sarapan kesukaan Kakak, nih. Lontong.”

Kulihat gadis itu memperlihatkan kotak makanannya yang berwarna pink. Di atas kotak itu, terdapat bunga mawar merah yang segar. Astaga! Lagi-lagi bunga Mawar. Sudah seminggu ini Keyla menghujaniku bunga.

"Kak?"

Aku tersadar saat tangan gadis itu melambai-lambai¬ di depan mataku. "Sorry. Aku..."

"Ya?"

"Aku..." Hei! Aku harus bilang apa ya? Bukannya aku tidak suka lontong. Tapi...ini adalah harga diri. Apa dia pikir aku tidak bisa beli sarapanku sendiri? Dan, yang paling terpenting adalah, saat ini aku tidak sedang ingin berdekatan dengan satupun perempuan. Hah! Aku tidak mau terikat dalam bentuk apapun!

"Kak?"

"Aku puasa!" jawab sembarangan! What the hell! Aku puasa? Aku sudah gila! Puasa di hari minggu. Hadeh!

"Apa, kak? Kakak puasa?"

Kulihat Keyla menatapku tak percaya. Yeah, tentu saja dia bingung. Puasa apa pula di hari minggu? And...dari tampangnya...kalau saja hidup ini adalah dunia kartun - lagi? ah, sudahlah!

"Iya, dek. Sorry ya?"

"Yang bener, kak? Apa bukan alasan kakak menolak pemberianku?" tanya Keyla keren. Yah! Nih cewek keren banged dah, bisa nebak isi hatiku.

"Hm...kalo gue bilang lagi puasa, maka memang itulah yang benar. Ok?" ucapku dengan suara berat. Sengaja aku menekan suaraku sampai ke tingkat paling dingin, agar nih cewek tidak sembarang menebak-nebak lagi.

"Baiklah, kak. Gak papa kok."

Kulihat Keyla sedikit menunduk, beringsut dan lalu mengangkat wajahnya dan tersenyum manis. "Kak... boleh tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Kenapa kakak sepertinya benci sekali kepadaku?"

Degh!

Wadaaooooouu! Pertanyaan macam apa itu?
Namun pertanyaan Keyla membuatku merasa aneh. Apa iya? Masa sih? Kenal aja baru belakangan ini, gimana bisa benci? Lalu aku menadapat ide. Yaitu tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang perut.

"Kok kakak tertawa? Kakak menertawain aku?" tanya gadis itu membuatku berhenti ngakak.

"Nona, dengar ya! Gue aja tadi sempat lupa sama nama lo. Kepikiran tentang lo aja gue gak pernah. Gimana jalannya coba sampe gue benci sama lo?" tanyaku tanpa basa basi.

Keyla menatap dengan pandangan aneh. Lalu dia tersenyum. "Kak...hm, hari ini kakak ga kuliah, kan?"

"Ya iyalah. Secara, hari minggu, gitu loh!" jawabku hampir membuatku ngakak lagi. Nih anak, beneran blo'on atau autis ya?

"Boleh...aku tanya satu hal lagi, kak?"

Hadeh! Aku merasa bagai berhadapan dengan dosen pembimbing yang killer melebihi si Rambo, anjing pak Bonar Simatupang.

"Mo nanya apa lagi, sih?"

"Siang nanti mau nemanin aku ke gramedia, kak?" tanya Keyla membuatku mikir. Nih anak apa sudah kehabisan teman cewek ya makanya minta gue nemanin dia?

"Hm... siang nanti gue ke kampus, Key. Sorry."

"Tapi...kata kakak gak kuliah."

"Iya, tapi gue ke lab. Lab boleh dipergunakan 24 jam sehari!"

Jelas sodara-sodara! Itu adalah alasan yang paling garing untuk menolak ajakan seorang cewek semanis Keyla. Tapi mau giman lagi? Kan udah gue bilang kalo gue ga mau terikat dulu sama yang namanya pe-rem-pu-an!

Kayla menatapku. Sorot matanya tajam. Kalau saja hidup ini ada di dunia kartun, hadeh!...bosan juga mikirinnya. Tapi yang pasti, aku dapat merasakan kalau pandangan matanya tajam dan bagai ingin mengeluarkan api. Mungkin...yah, mungkin kalau tiba-tiba taringnya keluar, pasti akulah orang pertama yang akan digigitnya hingga modar!

"Baiklah, kak. Aku pulang aja." katanya surut.

"Hati-hati, Key..." teriakku seraya menutup pintu. Lalu menarik nafas lega. Wah...ternyata bisa menolak satu ajakan cewek, bukan membuatku resah. Aku justru merasa jiwa lelakiku meluap tinggi, bangga, dan aku merasa keren. Well, yah, mungkin aku agak sedikit egois. Aku kenal sih sama si Keyla ini. Dia anak ibu kost ku yang baru datang dari Jakarta. Jadi ga salah dia ingin mendekatkan diri, karena dia pasti masih belum memiliki banyak teman. Namun bukan alasan baginya untuk berdekatan denganku. Cukuplah sudah satu perempuan masa lalu yang membuatku hampir terkapar di rumah sakit karena selalu memikirkannya. Untuk dimasa mendatang, aku tidak akan gampang jatuh hati sama gadis manapun.

Tok! Tok! Tok!

"Van...!"

Terdengar teriakan dari luar pintuku. Tak sabar. Membuatku melompat untuk mendapatkan gagang pintu kamarku.

"Apa sih? Mengganggu aja sih lo!" teriakku hampir memberi bogem mentah kepalan tanganku ke muka sobat sebelah kamarku itu.

"Hei, bodoh! Lo gak tau, apa? Ada yang ketabrak mobil di depan tuh?"

"Hadeh! Kecelakaan. Apa itu jadi salah gue?" teriakku makin marah.

"Woi! Sadar, Van! Itu yang ditabrak cewe yang katanya baru dari sini. Lontongnya berserakan di jalan............................................."

Keyla!

Bagai tersengat arus listrik, aku melompat berlari mendapatkan kebenaran dari apa yang disampaikan oleh temanku tadi. Di depan, aku melihat sudah banyak orang berkerumun, mengelilingi korban tabrakan tersebut.

Tidak! Keyla! Keyla! Jangan lakukan ini padaku!

Ya Tuhan.... aku panik. Keyla baru saja menjumpaiku. Dia baru saja tersenyum manis kepadaku dan menawarkan persahabatan. Tapi aku menolaknya. Menolaknya dengan kejam. Oh Tuhan! Manusia macam apa aku ini....

"Pak...minggir sedikit, pak...i...itu temanku... minggir pak... a... aku mahasiswa kedokteran, mungkin aku bisa bantu..." ucapku berusaha menembus kerumunan yang tampak sibuk tak menentu itu. Saat mereka menyingkir dan memberiku jalan, sekilas aku melihat darah menggenang di aspal...dan darah itu bercampur ......otak.......

"Keylaa.." desisku sesak. Tidak! Jangan Keyla, Tuhan... Jangan gadis itu... tolong jangan dia...

Aku berusaha mendekati korban yang hampir tak berbentuk itu. Tetapi perasaan kehilangan dan rasa berdosa yang amat sangat membuatku tak mampu mendekat. Begitu tanganku menyentuh tubuh penuh darah itu, jantungku hancur bagai diremas...jiwaku bagai melayang...aku sangat merasa berdosa...

"Keyla..." ucapku tanpa sadar menitikkan air mata.

"Keyla..."

"Kak..."
"..."
"Kak... aku disini..."

Samar-samar aku melihat sosok gadis yang kutangisi tadi berdiri tidak jauh dari tempatku.

"Keyla?"

"Iya, kak. Ini aku.."

Aku tahu apa yang harus kulakukan. Segera aku berlari mendapatkan gadis itu dan memeluknya dengan erat. Tuhan! Hanya engkaulah yang tahu betapa aku bahagia melihat gadis autis ini ternyata masih hidup dan segar bugar.

"Kak, tadi aku kasihan lihat mbak itu. Katanya dia sudah beberapa hari ini gak makan. Jadi aku berikan saja lontong itu. Tapi ternyata dia..."

"Sshh.... Sudahlah. Itu bukan salahmu." ucapku kembali memeluk gadis itu.

"Woii, Van! Modus lo! Orang sibuk ngurus orang tabrakan, lo disini enak-enakan pelukan!" teriak teman sebelah kamarku.
Tapi aku tidak perduli. Kini hanya Keyla. Bagiku, kini Keyla sudah menjadi prioritas utamaku. Dia sudah menjadi separuh jiwaku semenjak aku berpikir dia telah pergi meninggalkanku.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar