Follow

Selasa, 14 November 2017

Chris, Love in Valentine - Karya Lindsay 'Lov

Dosen Sastra Inggris pindahan dari Jakarta itu ternyata masih gadis belia, cantik, sexy, dan pinter. Idaman cowok banget deh. Makanya Chris naksir berat sama do’i. Biasanya, tuh cowok paling malas berangkat kuliah. Tetapi semenjak wanita bernama Lina itu hadir di kampus, Chris mendadak keranjingan kuliah. Persis seperti orang yang kesurupan ilmu. Datang lebih pagi dari Pak satpam, pulang lebih lama dari mamang kampus. Teman-teman satu geng Chris hanya tertawa ngakak saja melihat kelakuan ‘boss’ mereka. Jelas sekali Chris sedang dilanda asmara.

"Pokoknya gue harus ngedapetin Miss Lina!" tekatnya suatu hari dihadapan teman-teman segengnya.

“Saingan lo berat, bro!” sambar Dimas cepat. “Gue pernah lihat doi turun dari mobil mewah.”

“Denger-denger, sudah punya tunangan,” tambah Leo, membuat hati Chris mengkerut.

“Cewek sekelas Miss Lina, gak mungkinlah jomblo!” sahut Dimas lagi.

Chris hanya mampu terdiam.

*-*

Siang itu, Chris melihat wanita idamannya tampak seperti sedang menunggu seseorang di depan kampus. Tanpa pikir panjang, ia mendatangi dosen cantik tersebut dengan motor gedenya yang bersuara serem.

"Mau pulang, Miss?" sapa Chris begitu ia berada tepat di hadapan wanita itu. Tak lupa ia memamerkan senyum cool-nya, berharap dosen muda itu terkesan dan bahkan jatuh hati kepadanya.

Lina, yang hari itu mengenakan stelan blazer berwarna biru langit sebagai pembungkus tubuh mungilnya yang berkulit putih, tampak bersinar indah diterpa mentari sore. Ia menoleh ke arah Chris, lalu tersenyum tipis, “iya,” jawabnya singkat. Suaranya yang lembut segera saja membuai perasaan Chris. Terlebih saat wajah halus yang berhiaskan dua bola mata cemerlang serta hidung dan bibir yang kecil itu menoleh ke arahnya. Chris sangat terpesona. Belum pernah ia mengagumi seorang wanita seperti yang ia rasakan saat ini. Mengingatnya saja bikin tidak bisa makan dan susah tidur. Yang ingin dilakukannya hanyalah berhayal. Membayangkan dosen cantik itu menjadi kekasihnya. Chris sadar, ia bisa gila kalau tidak segera mendapatkan Lina.

"Saya antar, ya?" tawar Chris mulai menancapkan jarum suntik rayuan mautnya.

Sekali lagi Lina menarik sudut-sudut bibir merah mungilnya. "Tidak, terima kasih."

"Kenapa?" desak Chris cepat. Dalam hati ia berharap untuk tidak mendapatkan jawaban yang tidak sedap.

"Saya sedang menunggu tunangan saya," jawab Lina menghancurkan hati Chris. Harapannya serasa menguap. Saat yang sama, sebuah BMW silver merapat dan berhenti tepat di depan mereka. Seorang pria berstelan jas keluar dari dalam mobil. Ia melihat ke arah Lina sesaat, lalu menatap Chris dengan sinar mata curiga.

“Sayang, ada masalah? Siapa anak ini? Apa dia mengganggumu?” tanyanya dengan suara berat. Tangannya langsung melingkar di pinggang Lina, seolah ingin memproklamirkan kalau gadis itu adalah miliknya. Namun berbeda dengan Lina. Walau samar, wanita itu tampak sedikit bergerak menghindar dengan raut muka tidak nyaman.

“Tidak ada masalah apapun, Mas,” jawabnya cepat. “Dia ini mahasiswaku. Tadi dia bertanya tentang tugas yang kuberikan untuk minggu depan. Benar’kan… hm…?”

“Chris.”

“Ya, Chris?”

Chris menatap Lina dengan pandangan kecewa. Bahkan wanita ini tidak mengetahui namanya. Lalu ia menoleh ke arah pria yang kemungkinan besar adalah tunangan wanita idamannya. Pria berdasi, dengan penampilan yang menunjukkan kemapanan dan taraf hidup yang tinggi, jauh melebihi dirinya. Yang langsung berusaha memperlihatkan kalau Miss Lina adalah miliknya dan tak seorangpun boleh menyentuhnya.

“Iya.” Chris menjawab dengan sungkan. “Baiklah. Saya permisi dulu, Miss.” Ia pun segera melarikan motornya dengan kecepatan menggila. Kepulan asap dari knalpot motornya sontak membuat pria di sisi Lina murka.

“Dasar mahasiswa gila!” makinya seraya membukakan pintu mobilnya untuk Lina, “pasti tadi dia mengganggumu, kan? Tapi kau menutup-nutupinya.”

Lina duduk dengan mendesah, “sudahlah, Mas Daniel. Jangan memulai pertengkaran lagi.”

“Aku bukan ingin bertengkar, Lina. Aku hanya tidak suka kalau ada laki-laki lain yang mencoba mendekatimu.”

Lina menelan ludah kelunya, “aku ini dosen, Mas. Seorang pengajar. Tentu saja banyak yang akan mendekatiku. Hubunganku dengan mahasiswaku serta dosen-dosen di kampusku, sangat erat. Aku tidak bisa mencegah mereka mendekatiku.”

“Maksudku bukan antar mahasiswa dengan dosennya. Tetapi antara laki-laki dan perempuan.”

Lina menghela nafas, “Sejauh ini, aku melihat Chris adalah mahasiswa yang baik. Dia tidak menggangguku tadi.”

“Hm! Manis sekali kau menyebut namanya!”

Lina menghela nafas. Malas untuk berdebat. Dia tahu, pria di sampingnya itu memang sengaja memancing emosinya.

“Ya sudah!” gumam Daniel akhirnya sambil menyalakan mesin mobil. Lalu ia melirik tunangannya sekilas. “Besok, kau harus bilang sama si Chris ini, kalau kau sudah bertunangan. ”

Lina hanya diam. Ia melipat tangan dan menatap keluar. Sementara Daniel, pria yang sudah hampir setengah tahun menjadi tunangannya, masih saja menyambung keluh kesahnya entah sampai kapan.

*

Sementara semenjak kejadian itu, dua hari Chris berkurung di kamarnya karena patah hati. Dia mulai kehilangan semangat terhadap apapun. Makin tidak bisa makan, dan hampir tidak pernah tidur. Yang dilakukannya hanya melamun, menyanyikan lagu-lagu sedih dengan gitarnya, dan menciptakan puisi-puisi galau.

"Woii! Kaya perempuan aja pake acara kurung diri di kamar segala!" Ejek teman-teman segengnya. "Jangan putus asa gitu, man! Galau gak akan ngebuat Miss Lina jatuh ke tangan lo!"

Chris tersentak. Benar juga. Ia menyadari jika sikapnya tidak jentelmen dan lemah seperti itu, bagaimana gadis seperti Lina akan tertarik kepadanya? Secara, Lina adalah wanita mandiri yang tentunya memiliki kriteria tinggi terhadap pria yang ingin berdampingan dengannya. Dan Chris tahu, pasti satu poin tertinggi dari sekian banyak kriteria itu adalah kuat. Artinya, Lina pasti menginginkan pendampingnya seorang pria yang kuat, tegas, dan benar-benar berjiwa lelaki. Bukan melempem seperti kerupuk yang disiram air, seperti dirinya saat ini. Chris menghembuskan nafasnya dengan kuat dan mulai berpikir positif. Jika dia memang menginginkan Miss Lina jatuh ke tangannya, maka dia harus secepatnya memikirkan caranya. Dan berkurung di kamar sambil melamun adalah perbuatan orang-orang yang gagal dan putus asa. Chris tidak ingin berputus asa untuk saat ini. Bukankah ada pepatah mengatakan : Sebelum janur kuning melengkung, maka Miss Lina masih bisa dimiliki oleh siapa saja. Ikatan pertunangan itu kan hanya untuk menjaga jarak saja. Bukan kepastian.

Yess!! Akhirnya suntikan infus semangat telah membuat Chris bangkit kembali.

*

"Miss, bisa bicara sebentar?" sapa Chris suatu pagi, beberapa saat setelah mobil yang mengantarkan wanita itu menghilang di ujung jalan.

Disapa dengan sebuah pertanyaan yang tiba-tiba tersebut, membuat Lina sedikit terkejut. Ketika wajahnya terangkat, dilihatnya seorang pemuda berwajah tampan sedang menatapnya tanpa berkedip. Mahasiswanya. Lina lupa namanya, tetapi ia ingat pemuda itu mulai sering memperhatikannya. Dan itu membuatnya sedikit waspada. "Oh, ada apa ya?" Tanya Lina kemudian.

"Mungkin apa yang ingin kusampaikan ini akan mengejutkanmu, Miss.”

“Ohya? Apa ya?” Lina tampak bingung.

“Aku suka sama kamu, Miss." Ucap Chris to the point. Sekilas rasa panas seperti menampar pipinya tat kala mulutnya berucap seberani itu. Tetapi tekadnya sudah bulat. Ia lebih mendengarkan kata hatinya ketimbang rasa malunya akan penolakan yang kemungkinan akan terjadi.

Lina kembali terkejut. Mulutnya tampak menganga sedikit. "Apa?"

"Iya, Miss. Aku suka sama kamu. Sayang. Cinta."

Setelah sepersekian detik, tiba-tiba Lina tertawa terbahak-bahak. Setitik air mata sampai keluar dari bola bening matanya. "Jangan bercanda, Chris. Jangan berkata yang tidak-tidak. Ah, sudahlah. Kamu ada-ada saja."

"Aku serius."

Lina masih tergelak dan merasa aneh, "dengar ya Chris, aku adalah dosenmu. Gurumu. Usiaku lebih tua darimu dan yang terpenting adalah aku sudah bertunangan. Jadi tolong hargai aku dan jangan ganggu aku lagi," demikian jawaban panjang Lina, membuat Chris kembali patah hati. Keberanian dan tekad yang tegar yang telah ia persiapkan, bagai istana pasir yang luruh disapu ombak pantai.

"Dia benar, guys. Dia sudah bertunangan dan gue tidak pantas mendekatinya,” gumam Chris lemah. “Mungkin gue mundur saja…" ujarnya lagi kepada teman-temannya. Tetapi teman-temannya malah tidak setuju. Mereka justru mendukung agar Chris memperjuangkan cintanya pada Miss Lina.

"Jangan bodoh, bro! Sebelum janur kuning melengkung, Miss Lina masih milik siapa saja yang banyak uangnya," demikian canda teman-temannya seraya tertawa. Huh! Ternyata sama persis dengan tekad awalnya. Sayang ternyata itu sudah tidak berlaku lagi sekarang. Sekali lagi, benar! Tentu saja Lina tidak menanggapi perasaannya. Tunangan wanita itu datang dengan mengendarai BMW. Sementara ia hanya punya motor. Gimana mungkin ia bs memenangkan hati Lina?

*

Saat lagi galau-galaunya, Dimas, teman Chris mengacung-acungkankan selembar undangan berwarna merah jambu.

“Ini, bro! Ini solusi lo!” teriaknya bagai orang yang habis kesiram sambel.

"Apaan tuh?" tanya Chris malas. Beberapa hari belakangan ini, dia kembali menyanyikan lagu-lagu sedih dari puisi-puisi galau ciptaannya.

"Tiket masuk lo ke dalam hati Miss Lina." Jawab Dimas cepat. Raut wajahnya tampak sangat bangga akan kemampuannya sendiri.

"Oh ya?" Semangat Chris muncul kembali.

"Ini undangan pesta Valentine temannya Miss Lina. Lo tau gak, Valentine itu apa?”

“Sejenis merek sandal, kan?” tanya Chris manyun.

Dimas terkekeh, “Ya deh! Sorry. Gue kan Cuma ngetest otak lo masih berfungsi atau kagak.”

“Sudahlah. Trus, dari mana lo ngedapetin undangan itu?”

“Tadi saat mau ke toilet, gue lihat undangan ini tercecer dari buku Miss Lina." Jawab Dimas serius, “nah, jadi…cuma inilah jalan satu-satunya buat lo mendekati Miss Lina.”

Chris terduduk lemas, "maksud lo, gue akan pergi ke pesta itu bersama Miss Lina? Terus, lima menit kemudian, gue masuk rumah sakit akibat diberi bogem mentah sama tunangan Miss Lina. Bagus! Jangan lupa besuk gue, ya?"

Dimas ngakak. "Lo harus percaya sama gue dan teman-teman. Kami sudah berembuk dan paham banget bagaimana caranya melayani lo, boss. Yang penting, tanggal 14 nanti, lo siap-siap melepas status jomblo lo."

Entah apa yang akan dilakukan oleh teman-temannya. Namun hayalan akan menjadi pacar Miss Lina memang sungguh menggoda.

*-*

Ternyata benar. Begitu hari H tiba, Dimas dan teman-temannya mulai bergerak. Ternyata mereka mengempiskan – tidak tanggung-tanggung – ke-4 roda mobil tunangan Miss Lina. Makanya, saat mengetahui ban mobilnya benar-benar tidak berbentuk lagi, pria itu marah besar entah kepada siapa, karena harus ke bengkel padahal dia pasti sedang ditunggu Lina untuk segera pergi ke pesta.

Sementara Lina mulai tampak tidak sabar. Sudah setengah jam lebih dia menunggu Daniel datang menjemput. Tetapi pria itu tidak juga muncul. Teleponnya juga tidak aktif, Bikin kesal saja. Padahal dia sudah berjanji kepada teman-temannya untuk datang bersama tunangannya. Sebab memang itu syarat utama pesta Valentine mereka kali ini. Harus datang dengan membawa pasangan. ‘Jika aku datang sendiri, aku bisa ditertawai..’ keluh Lina dalam hati.

“Selamat malam, Miss.” Tiba-tiba Chris sudah berdiri di balik pintu rumah wanita itu. Lina terkejut. tadi saat membukakan pintu, ia berpikir kalau yang datang itu adalah Daniel.

“Chris?...” ucapnya tertahan. Ia benar-benar tidak menyangka jika yang datang adalah mahasiswanya yang beberapa hari lalu pernah mengucapkan cinta kepadanya. Malam itu, Chris tidak tampak seperti seorang mahasiswa urakan, yang selalu mengenakan celana jeans dan kaus oblong. Dengan stelan celana panjang – walaupun masih berbahan jeans – dan dipadu dengan kemeja putih yang disetrika licin, lalu rambut disisir ke belakang, Chris tampak seperti pria dewasa yang sangat tampan. Sekilas Lina sempat merasa terpesona.

“Iya, Miss. Aku Chris.” Ucap cowok itu tersenyum kecil. Namun ia tidak dapat menutupi perasaan terpesonanya akan penampilan dosennya yang amat cantik itu. Dengan gaun merah yang membungkus tubuh putihnya, Lina tampak sangat enak untuk dimakan! “Hm, apa kedatanganku mengganggu, Miss?”

Lina mendesah sambil melirik arlojinya, “saya…saya akan pergi ke pesta bersama tunangan saya, Chris. Kamu pergilah sebelum dia melihatmu di sini. Saya tidak mau terjadi kesalahpahaman…”

"Aku akan membantumu, Miss." ucap Chris tiba-tiba.

Lina mengernyitkan keningnya dan menatap Chris tak mengerti, “membantu saya? Maksudnya?”

“Aku akan mengantarkanmu ke pesta.”

Lina tampak terkejut, “Kamu… Jangan bercanda, Chris…”

Chris menggeleng, “tidak. Aku tidak sedang bercanda. Ayolah, Miss. Sebentar lagi pestamu dimulai dan kau pasti tidak ingin datang terlambat dan mengundang banyak perhatian, kan?”

Lina terdiam. Bahkan ketika tangan mahasiswanya itu menggenggam jemarinya dan membawanya ke motor besarnya, ia tetap tidak mengatakan apapun. Itu sungguh aneh. Entah mengapa, Lina merasa ada dorongan asing yang membuatnya membiarkan Chris memegang tangannya dan membawanya ke pesta dengan motor besarnya. Ia belum pernah berboncengan dengan seorang pria di atas motor. Selama ini perjalanannya selalu dari mobil ke mobil. Dan baru disadarinya semua itu sungguh terasa membosankan. Lalu ketika ia harus duduk di belakang Chris, memeluk tubuh cowok itu, dan merasakan tiupan angin kencang merusak seluruh dandanannya, ia malah tertawa.

“Kau baik-baik saja, Miss?” tanya Chris sesaat setelah mereka berhenti di parkiran. Pesta Valentine teman dosennya itu di adakan di sebuah gedung. Dan tampaknya tempat parkir sudah penuh dengan mobil-mobil mewah. Chris bersyukur motor besarnya masih keluaran baru, sehingga ia tidak begitu malu memarkirkannya di hadapan Lina.

Lina yang turun dari motor Chris sambil tertawa, mengangguk. “Aku baik-baik saja, Chris.”

Chris tersenyum, “tapi kenapa kau tertawa? Bukan menertawai aku, kan?”

Lina mengangguk, “iya, aku sedang menertawaimu.”

Chris manyun, “apa penampilanku seperti badut ya?”

Lina menggeleng, “kau bahkan lebih lucu dari badut. Aku suka padamu. Aku…”

“Benarkah, Miss?”

Lina terdiam. Matanya yang bulat menatap Chris. Dia baru saja mengatakan hal yang ia sendiri tidak tahu datangnya dari mana. Ia keceplosan. Tidak mungkin ia menyukai pemuda lain, sementara ia sudah memiliki pria lain, yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

Chris menarik tangan Lina hingga tubuh mungil dosennya itu membentur tubuhnya. Sontak wajah wanita itu memerah dibawah tatapan Chris yang penuh misteri, “Miss?” tanya Chris berbisik.

“Chris…aku…” Lina menatap mata pemuda itu. Hatinya menciut. Ia takut pada Chris. Pada pesonanya yang mampu memerangkap makhluk kecil sepertinya. Lina ingin berlari. Ia ingin menghilang, lenyap, musnah, dari tempat itu tepat saat ia menyadari betapa mata elang itu ternyata sangat lembut menatapnya. Lalu ketika aroma dedaunan dari tubuh Chris menelusup masuk ke hidungnya, ia lupa dengan semua keinginannya tadi. Entah siapa yang memulai, tahu-tahu bibir mereka sudah terpaut, menyatu dengan begitu lembut dan hangat.

Lina memejamkan matanya. Kenapa ini semua bagai mimpi? Kenapa tubuhnya bagai melayang dan ia begitu merasa bahagia? Mengapa ketika bersama Chris? Lalu Daniel…

Lina tersentak. Dengan sisa tenaga yang ia punya, di dorongnya tubuh tinggi Chris. Pemuda itu melepaskan ciumannya dengan perasaan kesal.

“Miss?”

Lina berusaha mengatur nafasnya, “Maaf, Chris. Kau… kau pulanglah. Aku…” Lina menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Apa yang ingin ia katakan seakan seperti memakan segenggam duri. Menyakitkan. “Aku bisa ke pesta sendirian…”

Chris menggeleng, “dan membiarkanmu menghadapi serbuan serigala yang akan memojokkanmu? Tidak!”

“Dengar ya, anak sok tahu! Teman-temanku bukan serigala. Dan mereka pasti akan mengerti keadaanku.”

Chris tersenyum, “Miss, Lina. Kau memerlukan seseorang untuk menjelaskan mengapa tatanan rambutmu rusak dan perona bibirmu luntur. Ayo”

Sekali lagi Lina hanya terdiam, dan membiarkan tangannya kembali di genggam Chris, saat mereka melangkah menuju lantai pesta. Dalam hatinya, ia membenarkan semua perkataan Chris, dan sontak rona merah menjalar di pipinya. Benar! Lipstik di bibirnya telah hilang!

Dan benar saja. Hampir seluruh undangan pesta yang berjenis kelamin wanita langsung menyerbu Lina, ketika pintu lift terkuak. Lina kelabakan menjawab begitu banyak pertanyaan dari teman-temannya yang ingin tahu mengapa si biang pesta bisa datang dengan amat terlambat. Untungnya, saat di lift tadi, Chris sangat berbaik hati membenarkan tatanan rambutnya dengan jari-jarinya yang besar. Hanya saja, karena terlalu terburu-buru, ia sampai lupa membawa tas. Jadi dia harus ikhlas dan rela jika semua teman-temannya mempertanyakan mengapa ia datang ke pesta dengan kondisi berantakan dan tidak memakai lipstick.

“Tenang saja, Miss. Bibirmu yang mungil itu masih tetap indah dan manis meski tidak memakai perona bibir. Percayalah, karena aku sangat mengetahuinya.” gumam Chris menenangkannya saat di lift tadi. Lina hampir menutup mukanya karena merasa amat sangat malu.

"Hie, Lin! Kenapa kamu datang terlambat?” tanya Rika yang langsung menarik Lina menjauh dari serbuan teman-temannya yang lain.

“Sorry, Rik. Ada hal tak terduga, tadi…”

"Mana tunanganmu? Pemuda berjaket yang di pojok itu?" penggal Rika cepat.

Lina menoleh. Dilihatnya Chris sedang di kelilingi beberapa wanita yang mungkin merasa takjub dengan dirinya. Bahkan dapat dilihatnya saat pemuda itu mengambil sebatang coklat dari meja hidangan dan…

Kreek…Ia menyobek kertas aluminiumnya, mematahkan sepotong cokelat dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Lalu mengunyah dengan santainya, namun semua itu justru menerbitkan sikapnya yang cool dan macho. Semua wanita yang mengerubunginya seakan ingin minta disuapkan cokelat oleh Chris. Sedikit rasa envy menjalar di benak Lina, dan menyesal mengapa dia tidak berada di sisi pemuda itu, saat ini.

“Dia Chris…” gumam Lina lamat-kamat.

“Chris? Bukannya tunanganmu bernama Daniel? Atau aku salah baca emailmu?” sentak Rika memukul benak Lina. Iya. Tunangannya bernama Daniel. Namun ia datang ke pesta bersama Chris. Pemuda lain. Mahasiswanya. Dan bukan itu saja. Ia juga sudah berciuman dengan pemuda itu dan menikmatinya. Ya Tuhan! Ada apa dengan dirinya? Apakah kewarasannya sudah menghilang?

Rika mendengus, “hm…bukankan pemuda itu…tampak lebih muda? Dia…”

“Iya. Mahasiswaku.”

“Kau gila! Lalu Daniel?”

“Aku…aku tidak tahu…”

Tiba-tiba seseorang menarik tangan Lina. Gadis itu menoleh kaget. Ternyata Chris.

"Maaf nona-nona yang cantik, saatnya berdansa dengan tunangan masing-masing." demikian ucap Chris tanpa canggung. Lalu sebelah tangannya merangkul pinggang Lina, dan mengajaknya berdansa.

"Chris, apakah kau selalu begini?” tanya Lina sambil menatap mata pemuda itu.

“Begini bagaimana, Miss? Romantis? Iya. Aku memang seorang yang romantis,” jawab Chris menyeringai.

Lina cemberut, “kamu lebay! Maksudku, kamu selalu melakukan segala hal dengan sekehendak hatimu. Apa kamu tidak memikirkan perasaan orang yang kamu perintah? Sukakah ia? Atau tidak?”

“Maksudmu, kamu, Miss? Sejauh yang kulihat, kamu menyukainya, kan?”

Rona merah menjalar di pipi Lina. Dan lalu, ia mulai merasakan sebuah perbedaan yang terjadi pada dirinya. Bersama Chris, ia merasa bahagia. Ia banyak tertawa karena ternyata Chris memiliki selera humor yang tinggi. Pemuda itu juga ternyata pintar. Walau usia mereka terpaut beberapa tahun, tetapi Chris justru tampak lebih dewasa menghadapinya. Sikapnya yang tenang dengan bahasa yang lembut, benar-benar berbeda dengan Daniel.

“Ya Tuhan!” tiba-tiba Lina menghentikan gerakan dansanya. “Aku harus pulang. Kita harus pulang, Chris. Daniel pasti datang ke rumahku dan akan marah besar jika tidak mendapatiku di sana.”

Chris mendesah. Daniel! Nama yang membosankan! Pikirnya kesal. “Baiklah, Miss. Lagi pula hari sudah malam.”

Tidak sampai setengah jam, Chris sudah membawa Lina, dosen cantiknya kembali ke rumah dengan selamat. Sayangnya, sebuah raut wajah tegang dan memerah karena marah, tengah menunggu di teras rumah Lina.

“Mas Daniel, aku bisa jelaskan…”

"Siapa dia?" hardik pria itu membuat Lina kaget.

"Dia mahasiswaku, Mas. Chris…"

“Oh,…” Daniel mengangguk-angguk sambil melangkah mengelilingi Lina dan Chris. Pemuda itu menatap Daniel tanpa merasa gentar. “jadi kau yang bernama Chris! Bocah ingusan yang berani-beraninya membawa tunanganku pergi entah kemana…”

“Mas, Chris tidak bersalah. Aku sudah hampir satu jam menunggu Mas, ketika Chris datang…”

"Diam, kau Lina! Keterlambatanku bukan alasanmu untuk pergi dengan laki-laki lain! Kau tahu, aku tidak suka melihatmu bicara dengan laki-laki lain. Tapi yang kulihat tadi, kau malah berboncengan dengan bocah ini. Luar biasa! Perempuan seperti apa kau yang sudah bertunangan tapi masih saja pergi dengan laki-laki lain?"

“Mas, tolonglah…”

“Kau selingkuh, Lina! Perempuan murahan!”

Chris tidak bisa berdiam diri melihat Daniel menghakimi Lina sedemikian kejam. Ia ingin menjernihkan masalah yang tengah mereka hadapi. “Maaf, pak. Beri kami waktu untuk menjelaskan…”

“Menjelaskan apa lagi, bangsat!”

Tiba-tiba Daniel melayangkan tinjunya tepat mengenai wajah Chris. Karena pukulan itu sangat mendadak, Chris menjadi kehilangan keseimbangan dan terhuyung jatuh ke tanah.

“Chriiss!!” teriak Lina yang langsung mendorong Daniel menjauh dari Chris. Lalu buru-buru ia membantu pemuda itu untuk bangkit. Sekilas Chris merasa dunianya menggelap karena emosi yang menggelegak di jiwanya. Namun sentuhan tangan Lina menyadarkannya bahwa ia mesti bersabar.

“Chris, kau berdarah…” ucap Lina seraya menghapus tetesan darah di sudut mulut pemuda itu.

“Aku tidak apa-apa, Miss.” Chris langsung mendekati Daniel, "Pak, maaf ya. Aku tidak terima anda membentak-bentak Miss Lina dan memaki-makinya seperti tadi."

"Memangnya apa hakmu melarangku?" teriak Daniel menantang.

"Aku memang tak punya hak tarhadap Miss Lina. Tapi aku sangat tidak suka kalau anda memperlakukan wanita seburuk itu. Terlebih kepada Miss Lina."

"Ah, banyak mulut kau!" Tiba-tiba Daniel kembali melayangkan tinjuannya ke pelipis Chris. Tetapi pemuda itu masih sempat menghindar. Namun Lina yang kaget menjerit karena mengira Chris kembali terjungkal ke tanah.

"Mas, sudah! Cukup! Kamu itu kasar sekali!" teriak Lina seraya mendekati Chris dan memegang lengannya.

"Kemari, Lina! Tempatmu bukan di situ. Tapi disini. Kau adalah tunanganku." hardik Daniel marah.

Tetapi Lina mengacuhkan hardikan tunangannya tersebut. "Sekarang tidak lagi, Mas!" ucap wanita itu seraya melepas cincin tunangannya dan melemparkannya ke arah Daniel.

“Lina!!” Spontan pria itu emosi dan menarik tangan Lina dengan kasar.

“Lepaskan tangan Miss Lina, Pak!” Tiba-tiba Chris menghadang, membekap kedua bahu Daniel dan menolaknya. Lalu tanpa pikir panjang lagi, ia segera menghajar Daniel dengan tinjunya sampai pria itu terhuyung-huyung dan terjerembab ke tanah. "Tadi aku tidak melawan anda karena aku menghargai anda sebagai tunangan Miss Lina. Tetapi sekarang, tidak lagi." ujar Chris gagah.

Daniel tampak mengedumel sesaat, “Lina! Semudah ini kau melepas cincin tunanganmu? Benar-benar kau ini...”

“Maafkan aku, Mas. Aku…aku tidak pernah mencintaimu. Kau pria yang kasar dan pemarah. Cemburumu membuatku selalu merasa bersalah. Denganmu, aku merasa tidak bernilai. Jujur saja, ku menerimamu karena aku takut kepadamu.”

Daniel menatap marah bagai binatang terluka. Tak lama, ia berlalu dan melarikan mobilnya dengan cepat.

Chris memegang tangan Lina, "maaf, Miss. Aku telah menghancurkan pertunanganmu." ucap pemuda itu sungguh-sungguh menyesal.

"Tidak perlu minta maaf, Chris. Mungkin sudah waktunya aku lebih memikirkan kebahagiaanku ketimbang selalu sibuk menjaga perasaan si pencemburu itu. Aku senang bisa bebas dari dirinya." ujar Lina membuat Chris senang.

"Kalau begitu, aku turut senang, Miss." katanya tersenyum, "Hm...karena Miss kini sudah sendiri, bolehkah aku mulai sekarang memanggil Miss dengan sebutan Lina saja?"

“Chris…aku…” tiba-tiba mulut Lina terasa kelu. Benarkah pemuda di hadapannya itu menyukainya?

“Aku mencintaimu, Lina. Jangan ragukan itu.” tegas Chris yang paham dengan kebimbangan gadis di hadapannya.

"Tidak apa-apa bagimu jika aku lebih tua darimu?" tanya Lina ragu.

"Hanya enam tahun, Miss. Bahkan jika 20 tahun pun, aku tidak perduli."

Lina tersenyum dan mengangguk. Chris segera merangkul tubuh mungil dosennya, dan menciumnya, tidak perduli luka dimulutnya yang terasa perih.

“Selamat Valentine, Chris. Iya, aku juga mencintaimu.” Bisik Lina disela-sela ciumannya.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar