Follow

Selasa, 14 November 2017

Kapal Hantu - Karya Lindsay 'Lov

Sebuah kapal pesiar mewah yang sarat penumpang, sedang bergerak membelah lautan menuju Pulau Caribian yang terkenal indah dan eksotik. Diantara seluruh crew kapal, yang tampak dominan oleh para penumpang adalah seorang pria tampan berseragam putih dengan senyum yang selalu tersungging di bibirnya. Ia adalah Aaron Philip Miller, seorang kepala sekuriti. Usianya sekitar 24 tahun. Dengan sigap, ia berkeliling mengamankan wilayah kapal mewah tersebut. Dan di kapal itu pula, Aaron berkenalan dengan seorang penumpang bernama Isabelle Richards.

Isabelle adalah seorang gadis yang cantik, berusia sekitar 20 tahun, yang langsung mencuri perhatian Aaron. Tetapi sayang, Isabelle terlalu tertutup dan enggan bersikap ramah terhadap orang lain. Termasuk kepada Aaron. Dan satu yang paling menarik dari gadis itu. Lebih tepatnya paling aneh, menurut Aaron. Ia sangat heran, mengapa setiap jam makan, Isabelle selalu memilih membawa makanannya ke kamar. Dan tidak tanggung-tanggung, gadis itu membawa makanannya dalam porsi yang banyak sekali. Aaron sampai ngeri melihatnya. Masa cewek bertubuh mungil, makannya segunung kaya gitu? Pikirnya heran.

Selain itu, sikap Isabelle juga membuat Aaron bertanya-tanya. Gadis itu lebih sering menghabiskan waktunya di kamar. Padahal kapal pesiar tersebut menyuguhkan beragam fasilitas mewah untuk seluruh penumpang. Kolam renang air hangat, cafe dan diskotik, room khusus penggila internet dan game, juga ruang olah raga dan lain-lainnnya. Namun Isabelle bagai asyik dengan dunianya sendiri. Aaron ingin sekali mengajak Isabelle berkeliling, tetapi cewek itu selalu menolak dan buru-buru masuk ke kamar serta menguncinya dari dalam, seolah Aaron adalah seorang penjahat. Namun justru hal itulah yang membuat Aaron semakin penasaran.

Demi mengetahui mysteri apa yang meliputi Isabelle, Aaronpun mencari akal untuk bisa mendekati cewek itu. Akhirnya, saat makan malam tiba, Aaron melihat Isabelle keluar dari kamarnya, melangkah menuju ruang makan. Segera saja Aaron menghampiri gadis itu.

"Good evening, Miss Richards. Apa kabar malam ini?"

Isabelle menoleh dan tampak sedikit terkejut. Wajahnya mendadak memucat. Tetapi senyum cewek itu benar-benar memesona di mata Aaron. "A...aku baik-baik saja, terima kasih." jawab Isabelle sedikit grogi.

"Isabelle, aku ingin mengajakmu makan di restoran." ucap Aaron seraya menjajari langkah Isabelle.

Isabelle menelan ludah. "Maaf, aku tidak bisa." Jawabnya cepat. Seperti biasa, Isabelle menolak ajakan Aaron. Dan ini sudah hari yang ke-3 gadis itu menolak Aaron mentah-mentah. Harga diri cowok itu merasa terusik dan berubah menjadi kesal.

"Kenapa tidak bisa?" tanya Aaron, sebuah pertanyaan yang sama dengan yang telah diajukannya kemarin.

"Aku suka makan di kamar." Jawab Isabelle tegas, seperti jawaban kemarin juga.

"Baiklah. Bagaimana kalau kita makan di kamarku?" tawar Aaron memancing.

"Maaf, Mr. Miller. Maksudku, aku lebih suka makan di kamarku. Iya, di kamarku sendiri."

"Kalau begitu, izinkan aku ikut makan di kamarmu."

"Tidak bisa."

"Kenapa?"

Isabelle tampak mengalami kesulitan mencari alasan. "Pokoknya tidak bisa."

"Tapi harus ada alasannya,kan?"

"Kamu memaksa aku?" tanya Isabelle mulai tak senang.

"Iya. Kalau perlu, sekalian aku menggerebek kamarmu. Aku curiga... kau melakukan sesuatu yang ilegal di kamarmu!" ancam Aaron sembarangan. Padahal itu tidak pernah terpikirkan olehnya. Yang sebenarnya adalah ia penasaran saja karena selalu ditolak.

"Kau tidak bisa melakukan itu. Aku penumpang resmi di sini. Aku tidak melakukan apapun yang merugikan kapal ini." Kecam Isabelle pintar.

"Penumpang resmi?" tanya Aaron mengernyitkan keningnya. "Maksudmu, ada penumpang yang tidak resmi di kapal ini?"

Isabelle gelagapan. Ia tidak menyangka jawabannya akan memojokkan dirinya sendiri."Pokoknya kau tidak berhak menggerebek kamarku kecuali kau punya surat geledah dari kepolisian." Ucap gadis itu akhirnya.

Tetapi jawaban tersebut malah membuat Aaron tertawa. "Miss Isabelle Richards yang terhormat, gampang sekali bagiku mendapatkan surat itu. Aku kepala sekuriti di kapal ini, ingat? Kalau kau menantang aku, sejam lagi aku akan kembali dengan membawa anak buahku untuk mengacak-acak kamarmu." Ucap Aaron mengancam. Lalu cowok itu pergi meninggalkan Isabelle yang langsung lemas dan pucat pasi. Buru-buru ia kembali ke kamarnya.

Begitu masuk, sebuah suara mengejutkannya. "Hai, cepat sekali kembali?" tegur suara tersebut. Suara Lola Delarue, sahabatnya.

"Ya ampun, Lola. Gawat. Sepertinya kita akan ketahuan. Mana Ochto?" tanya Isabelle kuatir.

"Di toilet." jawab Lola cepat. Ia menatap Isabelle dengan bingung. "Maksudmu? Apa yang sudah terjadi?”

"Masih ingat Aaron Philip Miller, kepala sekuriti yang kuceritakan kemarin, kan? Dia nekat menggerebek kamar ini jika aku menolak ajakannya untuk makan bersamanya."

"Ya sudah, pergi aja makan dengan dia. Dari pada kita ketahuan." terdengar suara Ochto tiba-tiba, begitu cowok itu keluar dari kamar mandi.

"No way! Aku tidak bisa enak-enakan makan di restoran, sementara kalian di sini kelaparan."

"Its okey, Belle. Dari pada kita ditangkap dan dipenjara?" ujar Lola cepat. "Lagi pula, tidak makan satu malam tidak apa-apa kok."

"Tapi..."

"Sudahlah. Pergi temui sekuriti itu dan makanlah bersamanya. Kami baik-baik saja di sini." ucap Ochto menggandeng tangan Lola, pacarnya. Mereka tersenyum pada Isabelle yang tampak tak berdaya. Isabelle menatap satu persatu sahabatnya bergantian. Rasanya sedih sekali membiarkan mereka tidak makan malam ini. Semua gara-gara Aaron, si sekuriti keras kepala itu. Pake acara ngancam-ngancam segala. Padahal selama ini, ia aman-aman saja membawa makanan ke kamarnya untuk mereka makan bertiga.

"Baiklah. Tetapi aku akan kembali secepatnya. Dan kalau memungkinkan, aku akan membawakan makanan atau buah untuk kalian." janjinya seraya membuka pintu kamarnya.

Namun di luar, betapa terkejutnya Isabelle melihat Aaron sudah berdiri menyandar sambil melipat tangannya di dada. Sikapnya sangat tenang dan ia kelihatan tampan sekali. Sial!! Pikir Isabelle kesal.

"Hm... Kau habis berbicara dengan siapa, nona Richards?" tanya cowok itu dengan nada mengancam.

Isabelle yang masih dalam kondisi terkejut, tanpa sengaja menjatuhkan kunci kamarnya. Dan sialnya, ia belum sempat menutup kembali pintu kamarnya tersebut. Pintu itu terbuka, dan dengan mantap memperlihatkan Ochto dan Lola yang masih berdiri di dalam kamar, menghadap kearah pintu. Sontak kedua remaja itu saling berpandangan dengan Aaron!! Sementara Isabelle mati kutu di antara mereka!!

“Well…well…well… aku mendapatkan kartu As-mu, nona Richards. Jelaskan!” suara Aaron tak dapat dibantah lagi. Akhirnya, di bawah pandangan mengancaman, Isabelle menjelaskan duduk perkaranya. Dia melakukan perjalanan ini dengan 'membawa' dua sahabatnya, Ochto Palmeira dan Lola Delarue, secara menyeludup, karena keduanya tidak punya uang untuk membeli tiket kapal pesiar tersebut. Isabelle sendiri mendapatkan tiket perjalanan ke Pulau Caribian itu dari sebuah sayembara yang diikutinya dan ia menjadi pemenang pertama. Issabelle ingin sekali membawa kedua sahabatnya tersebut. Jadi dengan segala upaya, termasuk menyogok penjaga loket dan beberapa orang dalam, kedua sahabatnya tersebut dapat masuk sehingga sampai ke kamar Isabelle.

"Please, Sir. Jangan marah sama Isabelle. Dia hanya berusaha agar kami ikut bersamanya. Tolong jangan tangkap kami," pinta Lola menangis terisak-isak karena ketakutan.

"Iya, tolong jangan usir kami dari sini, Sir..." tambah Ochto seraya menenangkan pacarnya.

"Entahlah. Berani sakali kalian menyeludup masuk ke kapal ini. Perbuatan kalian benar-benar gila. Aku harus membawa kalian menemui Nahkoda untuk diproses lebih lanjut." Ujar Aaron dingin. Matanya yang tajam melirik Isabelle yang berdiri gemetar di hadapannya.

"Tolong jangan lakukan itu. Aku… aku bersedia makan malam denganmu, asal kau tidak menangkap teman-temanku." pinta Isabelle memelas.

Aaron menatap kesal. "Meskipun kau harus makan malam denganku seumur hidupmu?" tanyanya kemudian membuat Isabelle cemberut. Sungguh mengherankan. Bisa-bisanya tubuh mungil di hadapannya itu mampu menyeludupkan dua orang temannya ke dalam kapal pesiar yang ‘notabene’ memiliki penjagaan yang ketat. Apakah Isabelle mempergunakan kecantikannya dalam melicinkan aksinya? Mengedipkan matanya pada setiap penjaga yang memergokinya?

“Apa kau sering melakukan ini?” tanyanya lagi.

“Melakukan apa?”

“Menyeludupkan teman-temanmu.”

Isabelle menghentakkan kakinya. Tetapi saat ia ingin protes, tahu-tahu kapal mereka mengalami guncangan sesaat. Keempat orang yang berada di kamar itu terkejut. Lalu sesuatu yang aneh terjadi. Mesin kapal seperti berhenti tiba-tiba.

Isabelle menatap Aaron dengan mata birunya. "Ada apa ini?"

Belum sempat Aaron menjawab, radio panggil cowok itu berbunyi. Suara Nahkoda kapal terdengar memanggilnya menuju ruang kemudi.

"Sebentar. Aku akan kembali. Kalian tetap di kamar ini dan jangan kemana-mana, atau aku terpaksa menyuruh orang untuk menangkap kalian." Ucapnya mengancam.

***

Di ruang kemudi, sudah berkumpul semua kepala kru kapal, dari Mualim sampai teknisi.

"Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, dan kita sedang berada dimana. Koordinat kapal tidak terlihat sebab mesin kapal tiba-tiba saja mati dan tidak bisa di nyalakan lagi. Alat komunikasi dengan kantor pusat putus. Aku tidak berani berasumsi, tetapi sepertinya kita terjebak di perairan Segitiga Bermuda." ucap Nakhoda kapal dengan nada suara yang tenang. Namun kata-katanya mampu membuat semua orang yang berada di tempat itu terhenyak kaget. Bukan rahasia umum lagi, berita-berita miring yang mengatakan banyak kapal-kapal yang terjebak di Segitiga Bermuda, hilang tanpa jejak.

“Segitiga Bermuda? Bagaimana mungkin kita bisa terjebak di sini?” tanya Mualim Satu, cemas. Sang Nahkoda menggeleng.

"Aku juga tak mengerti mengapa kapal kita bisa sampai kemari. Jelas-jelas lima menit yang lalu aku masih mengarahkan kapal pada rute yang biasa kita lalui.” Ucapnya cepat. Lalu ia menoleh ke arah Aaron. “Miller, kau lihat kapal pesiar lain di depan kita?"

Aaron memandang keluar jendela kabin kemudi kapal. Tampak olehnya sebuah kapal pesiar lain yang juga berhenti seperti kapal mereka. “Ya, Sir!”
"Aku ingin kau membawa beberapa anak buahmu ke kapal itu untuk mencari tahu apa sebenarnya yang telah terjadi. Kalau menurut dugaanku, kapal pesiar di depan itu sudah berada di sini entah sejak kapan. Kita butuh keterangan dari Nahkoda kapal di depan."

Aaron mengangguk. Dengan sigap, ia segera keluar dari kamar kemudi. Lalu dia melangkah menuju kamar Isabelle. Entah mengapa ia merasa berkewajiban untuk memberitahu apa yang telah terjadi, kepada gadis itu. Di dalam hatinya, dia merasa bisa saja terjadi sesuatu yang kelak membuatnya tidak dapat bertemu lagi dengan gadis itu.

"Apa????" Isabelle dan Lola berteriak kaget saat Aaron menyampaikan apa yang diinformasikan Nahkoda kapal mereka. “Segitiga Bermuda yang misterius itu? Kenapa kapal kita sampai bisa nyasar ketempat ini?” tanya Isabelle cemas. Lola sendiri langsung memeluk Ochto dan menangis ketakutan.

"Entahlah. Aku tidak dapat menjelaskan kejadian ini. Di depan kita, ada kapal pesiar lain yang entah sudah berapa lama terjebak di sini. Aku akan kesana untuk mencari tahu. Kalian di sini saja sampai aku kembali!" ucap Aaron beranjak pergi.

Tiba-tiba Isabelle menangkap tangan cowok itu. “Kau bilang kau akan pergi ke kapal di depan itu?”

Aaron mengangguk. “Iya.”

“Kau tidak akan kembali.” Ucap Isabelle membuat Aaron mengernyitkan keningnya.

“Apa maksudmu aku tidak akan kembali?”

“Entahlah. Aku merasa kau tidak akan kembali lagi ke kapal ini.”

Aaron tergelak. Terlebih saat melihat wajah cemas Isabelle yang sebenarnya sangat menggemaskan. “Jangan bercanda, nona. Aku pasti akan kembali.”

Isabelle menggeleng. “Tidak. Kau tidak akan kembali.”

Aaron menatap Isabelle. Ada sedikit perasaan aneh menjalar di benaknya. Dan ia juga dapat menangkap perasaan yang sama dari sorot mata gadis itu. “Aku hanya sebentar. Mencari informasi, lalu kembali. Jangan kuatir. Aku pasti akan datang kemari karena kita masih punya urusan yang belum selesai."

"Kalau begitu, aku ikut!”

“Apa???” kali ini bukan hanya Aaron yang bertanya. Tetapi juga Lola dan Ochto. Keduanya menatap heran dengan permintaan Isabelle.

“Belle! Kau ingin ikut? Kau sudah gila?” tanya Ochto menggeleng tak percaya. Bahkan Aaron juga menatap heran pada Isabelle.

“Nona, jangan kau kira aku hendak bermain-main di kapal itu. Aku sedang bertugas, ingat?”

“Aku tahu. Aku ikut.”

“Belle?” tanya Lola cepat.

“Aku ikut. Bawa aku bersamamu atau kau boleh memborgolku di sini.” Gumam Isabelle tak mengindahkan penolakan Aaron serta kecemasan kedua sahabatnya.

“Belle,” Lola menyentuh pundak Isabelle. “Kau kenapa?”

"Entahlah. Perasaanku tiba-tiba tidak nyaman. Aaron, aku mau ikut bersamamu.”

“Tapi…”

"Belle, kau ingin pergi dan meninggalkan kami begitu saja?” kini Lola menangis ketakutan. Ochto mendesah.

“Lola, diamlah. Jika Belle ikut, kita juga.” Ucap cowok itu tegas. Lalu ia menoleh ke arah Aaron. “Belle tidak pernah meninggalkan kami begitu saja. Jadi, kami juga ikut bersamamu."

Aaron mangap! Akhirnya, mau tak mau, Aaron terpaksa mengizinkan Isabelle bersama teman-temannya ikut. Hal itu dilakukannya bukan hanya karena keinginan Isabelle semata, namun lebih dari itu, sebenarnya dia juga merasa cemas meninggalkan gadis yang sudah mulai mengisi hatinya tersebut. Aaron merasa berada dekat dengannya akan lebih aman bagi gadis itu.Dan dengan begitu, terpaksa Aaron memutuskan untuk tidak membawa anak buahnya. Ia berpikir, mereka hanya ingin bertamu dan meminta keterangan kepada Nahkoda kapal di depan itu. Lalu kembali. Jadi ia merasa tidak terlalu membutuhkan anak buahnya. Setelah menurunkan sekoci, kelompok kecil itu bergerak menuju kapal pesiar di depan kapal mereka.

Kapal itu cukup besar, dan terang benderang. Dari sekoci, mereka melihat begitu banyak penumpang kapal yang lalu lalang di kapal tersebut. Musik pun terdengar menghentak ramai, seperti di kapal mereka. Namun begitu mereka masuk, suasana aneh langsung menyergap. Saat kaki mereka menapak di lambung kapal, mendadak musik berhenti. Lampu-lampu padam dan beberapa kedap-kedip mencekam. Suara-suara para penumpang kapal yang tadinya terdengar jelas sedang bercakap-cakap lenyap seketika. Sepi mendera membuat telinga mereka mendenging hebat. Suasana kapal mendadak suram dan menyeramkan.

"Astaga! Kenapa semuanya jadi diam? Kemana orang-orang tadi?” tanya Lola memegang erat tangan Ochto. Cowok itu menggenggam erat tangan Lola, memberi kekuatan, meski a sendiri juga bingung melihat keanehan kapal yang mereka datangi.

“Aku tidak tahu. Ada yang aneh dengan kapal ini.” Seperti Lola, ia juga yakin sekali tadi ia dengan jelas melihat beberapa penumpang sedang berjalan hilir mudik dan sebagian lainnya sedang mengobrol. Tetapi semuanya hilang lenyap begitu mereka sampai di dek kapal. Bahkan samar-samar Ochto seperti mencium bau lautan bercampur aroma anyir yang membuat bulu kuduknya meremang. Lola menggosok-gosok tengkuknya.

"Aaron, Ochto benar. Kapal ini sangat menyeramkan. Tadi…tadi sepertinya kita berhalusinasi menganggap kapal ini sama seperti kapal kita. Kapal pesiar yang berpenumpang. Tetapi tiba-tiba semuanya lenyap begitu saja. Ini…ini seperti kapal hantu." Ujar Isabelle cemas.

Aaron menggenggam tangan gadis itu dengan erat. "Tunggu sebentar. Kita harus ke ruang kemudi untuk mencari tahu apa yang telah terjadi dengan kapal ini. Tidak mungkin kapal ini sampai di sini tanpa ada yang mengendalikannya. Pasti ada Nahkoda dan kru-kru lainnya di atas. Lagipula, tidak ada itu yang namanya kapal hantu." kata Aaron tegas. Sedikitpun dia tidak terlihat takut.

“Tapi, bagaimana dengan kapal-kapal yang hilang di Segitiga Bermuda, yang selama ini telah menjadi legenda?”

“Nah, barusan kau mengatakan bahwa itu legenda. Karena memang belum ada yang memastikan kalau kapal-kapal itu menghilang. Bisa saja mengalami kecelakaan dan tenggelam.” Aaron tersenyum dan menatap Isabelle. “Jangan khawatir. Bersamaku kau aman.”

Isabelle tersenyum kecut. Merekapun menaiki anak tangga menuju ruang nahkoda. Terrnyata seluruh ruang atas juga kosong. Di geladak, di kabin-kabin penumpang, di restoran, dan di semua tempat tidak mereka temui satu orang pun penumpang. Kapal itu benar-benar sepi. Seperti kapal yang tidak berpenumpang.

“Tetapi di kabin-kabin penumpang aku melihat tas-tas koper dan perlengkapan lainnya yang diperlukan orang yang sedang berpergian. Artinya sebelumnya kapal ini ada penumpangnya.” Terdengar suara Isabelle bergumam.

“Benar. Kapal ini seperti ditinggalkan begitu saja oleh penumpangnya. Sebab tidak mungkin kapal ini bisa berada disitu dengan tanpa Nahkoda?”

"Tapi kopi ini masih terasa hangat." Ucap Ochto seraya meminum kopi yang ditemukannya di meja restoran.

"Ochto!! Kamu gila! Kenapa kamu minum kopi itu? Siapa tahu beracun?" teriak Lola ketakutan.

"Masa sih?" Ochto langsung berusaha memuntahkan kopi yang sudah masuk ke perutnya. Bisa saja Lola benar. Bisa saja kopi itu mengandung zat yang membuat siapapun yang meminumnya akan dengan suka rela terjun ke laut, mengingat tidak ada seorangpun berada di kapal itu.

Aaron menyentuh kopi di atas meja. Ternyata Ochto benar. Kopi itu masih terasa hangat. Beberapa hidangan lainnya juga tampak masih segar. Tetapi kemana semua penumpangnya?

" Aaron, ada yang salah dengan kapal ini. Aura mencekamnya sangat terasa. Ayo kita kembali ke kapal.” Ajak Isabelle memegang tangan cowok itu kuat-kuat.

"Baiklah. Ayo kita kembali ke sekoci."

Baru saja mereka bergegas hendak turun dari kapal tak berpenghuni itu, mendadak mesin kapal berbunyi dan kapal terasa bergetar.

"Astaga!! Kapal ini bergerak!!" seru Isabelle memekik.

Kelompok kecil itu benar-benar terkejut saat menyadari kapal tersebut tiba-tiba bergerak. Mesinnya tiba-tiba menyala.

"Gila!" maki Aaron, "Ayo kita cepat pergi dari tempat terkutuk ini!" ucapnya menarik tangan Isabelle. Tapi entah mengapa, kapal itu seolah tahu kalau mereka hendak keluar dari tempat itu. Sontak kapal bergerak dengan cepat, oleng ke kanan dan ke kiri seolah mereka sedang menerjang ombak.

"Aaron!!... Apa yg terjadi?" teriak Isabelle ketakutan. Kapal bergerak seperti menggila. Mereka terbanting kesana kemari bersama seluruh benda yang ada di dalam kapal tersebut.

"Aku juga tidak tahu." balas Aaron teriak. “Tiba-tiba saja kapal ini bergerak. Seperti tahu kalau kita hendak keluar.”

“Tidak mungkin kapal ini punya nyawa.”

"Tolong....tolong.... TOLOOONNNGGG..." kini terdengar teriakan Lola dan Ochto bersamaan. Saat yang sama mereka terseret kesana kemari, membentur dinding dan semua benda berjatuhan ke lantai. Meja, kursi, bahkan lemari terseret ke kanan dank e kiri, karena kapal itu bergerak seolah sedang mengamuk.

Tiba-tiba seluruh lampu padam dan kapal terguncang bagai kesetanan. Pegangan tangan Aaron pada Isabelle terlepas.

"AAAARROOOONNN!!" Teriak Isabelle saat menyadari tangannya terlepas dari cowok itu.

"Isabellee!" terdengar suara Aaron entah dari mana. Lalu ombak laut masuk bagai membelah kapal.

"AAAAAAAAAA.....!!!" mereka melolong saat kapal dipenuhi air laut asin dan dingin.

Mereka tenggelam!!! Kapal hantu itu membawa mereka pada kematian!!

"TIDAAAAAAKKKK!!!"

***

Rasanya seperti mimpi. Saat Isabelle membuka matanya, dia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan serba putih, dengan beraneka macam peralatan yang aneh. Ia merasa tempat itu seperti rumah sakit. Dan ia berada di sebuah kamar dengan dikelilingi peralatan medis yang tidak dikenalnya. Lalu pandangannya beralih dan ia melihat Aaron, Lola dan Ochto berdiri di sisi kanan dan kiri tempat tidurnya.

"Belleee, akhirnya kau sadar..." Lola memeluk Isabelle seraya menangis terisak-isak.

Isabelle ikut menangis. "Aku bermimpi atau kita memang selamat dari kapal aneh itu?" tanyanya kemudian sambil menatap Aaron.

"Kita selamat, Isabelle. Tim SAR menemukan kapal kita terombang ambing di tengah lautan. Jadi kamu...tidak bermimpi." ucap Aaron agak aneh. Seperti ada yang sedang mengganggunya.

"Syukurlah. Terus, bagaimana dengan penumpang lain di kapal pesiar kita? Semuanya selamat keluar dari pusaran Segitiga Bermuda itu juga, kan?"

Aaron diam tak menjawab. Tampaknya ia bingung harus menjawab apa. Saat yang sama, seorang pria tua, yang berumur sekitar 80 tahun masuk keruangan tersebut.

"My sister, Belle. Aku senang kau sudah sadar, kak." sapanya ramah dengan suaranya yang bergetar. Pria itu terbatuk-batuk seraya tersenyum ramah pada Isabelle. Setitik air mata berlinang di sudut matanya.

Isabelle mengernyitkan keningnya. "Maaf. Kakek siapa ya?" tanyanya heran. Ia heran mengapa tiba-tiba ada seorang pria tua yang menyapanya sambil menangis. Dan yang lebih aneh lagi, pria tua itu memanggilnya dengan sebutan ‘sister’.

"Belle, kau takkan percaya. Orang yang kau panggil kakek ini adalah Danovan Richards, adikmu. Saat kita pergi, dia masih berusia 10 tahun." sahut Ochto membuat Isabelle terkejut!

***

Tahun 2010, My Lady, sebuah kapal pesiar, berangkat menuju pulau Caribian. Lalu kapal tersebut hilang dari radar dan koordinat kantor pusat pelayaran. Diperkirakan kapal itu memasuki wilayah Segitiga bermuda yang misterius, dan hilang.

Tahun 2080, tim SAR yang sedang berpatroli mendapatkan sebuah kapal penumpang terapung tidak jauh dari kepulauan Caribian. Mereka hanya menemukan 4 orang penumpang yang dalam keadaan pingsan.

"A…apa? Kita...kita berada di tahun 2080?" tanya Isabelle tak percaya.

"Iya, kak. Selama 70 tahun aku menunggu kabarmu. Orang tua kita sudah meninggal tahun 2015 karena sedih. Semua keluarga para penumpang kapal pesiar juga berduka dengan hilangnya sanak keluarga mereka. Kami semua bagaikan menunggu kabar yang tak pasti. Aku sendiri sudah putus asa menunggu sampai tadi malam tiba-tiba aku ditelepon dari rumah sakit ini. Aku benar-benar tidak menyangka akhirnya kau kembali dengan selamat, kak Belle!” Ucap pria tua itu menggenggam tangan Isabelle. Gadis itu benar-benar tak percaya dengan apa yang didengarnya. Lalu ia menatap Aaron, seakan ingin meminta penjelasan.
"Isabelle, kita terjebak di ruang waktu. Kita merasa semua yang terjadi kemarin hanya dalam satu malam. Ternyata sebenarnya kita telah terjebak selama 70 tahun di kapal penumpang yang telah hilang sejak tahun 1965 itu. Anehnya, kapal hantu itu menyelamatkan kita. Sementara kapal pesiar yang kita tinggalkan, sampai sekarang masih hilang tak berbekas." jelas Aaron.

Isabelle menggeleng tak percaya saat mendengarkan penjelasan Aaron. Ia tak mampu berkata atau berpikir apapun. Semua terasa bagai mimpi. Mimpi yang ia tidak mengerti.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar